Jumat, 21 September 2012

Pantai Lhok Mata Ie ( Aceh Besar )

Kilometer nol Pulau Sumatera. Di sinilah saya berada kini: onggokan bukit di belakang, pasir putih terhampar di depan, dan jejeran batu cadas terpacak di kiri-kanan. Agak ke ujung, tiga lelaki melempar pancing ke air laut bening berwana biru kehijauan. Di seberang, gugusan Pulo Aceh berdiri membentang. Selebihnya adalah sunyi.Sesekali terdengar suara monyet yang mengerang sambil bergelantungan di atas pohon. Tak ada rumah-rumah penduduk, manusia yang lalu lalang atau pondok-pondok seperti layaknya sebuah tempat wisata. Tak ada pula raungan kendaraan memekakkan telinga. Semua terlihat alami, seolah tak terjamah manusia. Inilah pantai Lhok Mata Ie. Tersembunyi di balik bukit, pantai ini benar-benar memanjakan mata. Berlama-lama di sini, seperti berada di sebuah dunia lain yang jauh dari hiruk pikuk rutinitas manusia. Secara geografis, Lhok Mata Ie terletak di balik bukit Ujong Pancu, Kecamatan Pekan Bada, Aceh Besar. Jika Sabang adalah nol kilometernya Indonesia, Ujong Pancu nol kilometer Pulau Sumatera. Hari itu, Sabtu dua pekan lalu, saya bersama tiga teman --dua lelaki, satu perempuan-- menjelajah pantai itu. Ini adalah kali kedua saya ke sana setelah 12 tahun tak menjejakkan kaki di pantai itu. Kawasan itu sempat terlarang dikunjungi saat perang masih bergolak di Aceh. Perpaduan bukit dan pantai membuat kelompok gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka memilihnya sebagai salah satu lokasi persembunyian. Setelah perang usai pada 2005, barulah satu persatu orang berani mendaki ke sana. Perjalanan menuju Lhok Mata Ie dimulai dari kaki bukit Ujong Pancu. Dari pusat kota Banda Aceh, kami menuju ke arah Ulee Lheue yang dikenal sebagai kawasan wisata tsunami. Hanya butuh waktu 15 menit untuk tiba di sana. Dari sini, perjalanan dilanjutkan ke Ujong Pancu yang memakan waktu sekitar 10 menit. Dari sinilah, petualangan mencari pantai tersembunyi dimulai. Jarum jam menunjukkan angka 10.45 ketika kami tiba di sana. Usai menitipkan sepeda motor di Yayasan Lamjabat di kaki bukit, kami harus mendaki bukit dengan berjalan kaki. Hanya ada jalan setapak sebagai penanda jalan itu pernah dilewati. Di kiri kanan berjejer pohon-pohon beraneka ukuran. Setelah 20 menit berjalan, kami bertemu padang rumput yang mengingatkan pada hamparan Padang Savana di Afrika sana. Di sanalah kami melepas lelah, sambil tak lupa memotret. "Inilah lokasi tercantik sepanjang perjalanan sebelum kita tiba di pantai," ujar Yanti Oktiva yang menemani kami hari itu. Yanti bukan perempuan biasa. Berusia 25 tahun, ia bergiat di kelompok pecinta alam. Kecintaannya pada alam membuatnya menekuni hobi memotret alam. Setiap ke Lhok Mata Ie, ia memuat foto-foto hasil jepretannya di laman Facebook miliknya. Tak disangka, ternyata beberapa temannya tertarik datang ke Lhok Mata Ie. “Sekarang saya seperti guide saja. Kadang-kadang seminggu bisa tiga kali saya membawa teman mendaki ke sini,” kata Yanti. Medan yang menanjak membuat perjalanan ke Lhok Mata Ie tak mudah. Di puncak bukit, kami bertemu serombongan ibu-ibu yang sedang menanam cabai. Mereka memotong kayu, lalu menyulap bukit itu menjadi lahan kebun cabai.Mereka sempat melambaikan tangan ketika kami melintas. Melewati kebun cabai, jalanan mulai menurun. Setelah menempuh perjalanan 45 menit, akhirnya kami tiba di lokasi yang dituju: pantai Lhok Mata Ie. Disebut Lhok Mata Ie, lantaran ada mata air yang mengalir sebelum menginjakkan kaki di tepi pantai. Hamparan pasir putih yang membentang, membuat rasa lelah sepanjang perjalanan menguap entah kemana. Lokasi yang sulit dijangkau, membuat hanya orang-orang tertentu yang berkunjung ke sini seperti kelompok pecinta alam dan para pemancing. Sebenarnya, ada jalan lain menuju ke sini: menyewa boat nelayan di Ulee Lheue. Hanya sepuluh menit, Anda akan dibawa mendarat di pantai Lhok Mata Ie. Tetapi jangan lupa siapkan uang tranportasi Rp200-300 ribu dan bekal makanan. maklum, tak ada satupun pedagang di sana. Hari itu, kami bertemu serombongan siswa yang mengenakan seragam Pramuka. Mereka sedang melakukan survey awal untuk dijadikan lokasi perkemahan. Ryan Putra Fahlevi, sang pimpinan rombangan mengatakan mereka sengaja ke sana lantaran terpesona keindahan Lhok Mata Ie. Awalnya, Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 1 Banda Aceh itu sempat kesulitan menentukan lokasi berkemah.Iseng-iseng mereka mencari searching di internet. Gotcha! Pantai tersembunyi itu muncul di layar komputer. “Kami langsung jatuh hati ketika melihat foto-fotonya di internet,” ujar Rianda Fionna, siswa kelas II. Ketika memutuskan mendaki, Rianda sempat ragu. Dari bawah, bukit yang membentang sempat menciutkan nyali. Benar saja, baru setengah jalan mereka sempat terengah-engah. Namun, mereka memutuskan melanjutkan perjalanan. Begitu menjejakkan kaki di pasir putih, mereka langsung mencopot seragam pramuka di badan, lalu, byuurr...terjun ke laut. "Sampai di pantai langsung hilang capeknya. Pokoknya gak nyesal jauh-jauh kesini. Dapat paket 2 in 1 nih, sambil hiking, bisa sekalian rekreasi," kata Rianda. Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Ketika sore menjelang, kami memutuskan pulang. Di tengah jalan, kami bertemu beberapa kelompok kecil anak muda yang menuju ke Lhok Mata Ie. Rupanya, mereka berniat mendirikan kemah dan menghabiskan malam minggu di Lhok Mata Ie. "Sayang bang, kalau gak menginap di sana," ujar Ridwan, salah satu dari mereka. Ridwan mungkin benar. Namun, kami memilih tidak menginap. Yang pasti, kami pulang dengan satu tekad: ke pantai Lhok Mata Ie kami akan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar