Sabtu, 22 September 2012

Iboih ( Sabang )

Siapa yang tidak kenal dengan nama sabang. semua warga negara indonesia mengetahuinya. soalnya, ada lagu nasional yang menyebutkan nama sabang, yaitu lagu dari sabang sampai maroke. betul kan..iboih tempat wisata yang keren dan cantik. di iboih terkenal dengan divingnya. itu dikarenakan laut di iboih sangat cantik, dimana banyak dive site yang keren dan menarik untuk dilihat, salah satu contohnya di daerah batu tokong, pulau rubiah, sea garden, dan lain-lainya. di tempat-tempat tersebut memiliki keunikan tersendiri, mau tahu apa itu, silahkan lihat sendiri deh. di jamin anda bakal puas kalau melihatnya. nah, kalau main-main ke sabang, jangan lupa main ke iboih.

Air Terjun Suhom, Lhoong ( Aceh Besar )

Air terjun Suhom ini berada di tengah panorama alam yang indah dan alami. Di sekitarnya terdapat banyak pohon durian, pada musim durian banyak yang berjualan durian di sekitar air terjun. di sekitar air terjun juga terdapat lokasi yang dapat digunakan untuk berkemah (camping). Air terjun yang deras ini menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat di sekitar Desa Kreung Kala. Sebuah pembangkit listrik tenaga mikrohidro kini telah dibangun di dekat air terjun dan dioperasikan untuk mengaliri listrik kepada penduduk Desa Kreung Kala. Dari Banda Aceh menuju ke lokasi air terjun, terhampar pemandangan pantai yang menakjubkan dengan keindahan yang luar biasa, deburan ombak dan pasir putih terlihat dekat di sepanjang jalan, dan tampak pula barisan pegunungan yang tinggi dan indah.

Pantai Lampuuk ( Aceh Besar )

Pantai ini berada di Aceh Besar, tapi tidak terlalu jauh kalau dari Ibu kota Nanggroe Aceh Darussalam, Yaitu Banda Banda Aceh. Dari banda Aceh Hanya Sekitar Lebih Kurang 45 Menit perjalanan untuk bisa sampai ke pantai lampuuk ini. pada saat hari libur, pantai ini sangat ramai di kunjungi oleh wisatawan lokal maupun luar kota, dan bahkan manca negara. keindahan dari pantai ini adalah pasirnya yang membentang luas dan air lautnya yang sangat jernih. selain itu di tempat ini terdapat permainan-permainan air seperti salah satu contohnya adalah banana bot.

Gunung Selawah Agam ( Aceh Besar )

Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Flora dan Fauna. Sebut saja Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan Jamur (Fungi) berbagai species serta satwa-satwa lainnya. Menurut kabar, nantinya Seulawah Agam dan kembarannya Seulawah Inong akan dijadikan sebagai kawasan konservasi. Itu penting, mungkin saja mengingat perambahan kayu kian marak saja di sana.

Air Terjun Blang Kolam ( Aceh Utara )

Air Terjun Blang Kolam Berlokasi di hutan yang teduh dan terdapat di Kabupaten Aceh Utara dengan ketinggian sekitar 75 Meter. Tempatnya yang sejuk dengan alam yang masih asri sekali. Bagi yang ingin merasakan dinginnya air terjun, bisa berendam disini atau sekedar bersantai diakhir pekan. Tempat ini sangat cocok sebagai rekreasi keluarga. dan Air Terjun Blang Kolam pun kembali menunjukan kegairahannya, bagaimanapun air terjun blang kolam pernah menjadi tempat favorit. Untuk mencapai lokasi Blang Kolam sebenarnya tidak sulit, cukup banyak jalur yang bisa ditempuh, bisa melalui Cunda Kota Lhokseumawe, Kandang Aceh Utara dan kawasan muara satu kota lhokseumawe, namun sayang kondisi jalan. menuju objek Wisata Blang Kolam sangat memprihatinkan. Selain hal itu, kondisi jalan yang terjal dan licin juga menjadi salah satu penghambat bagi pengunjung yang ingin menikmati objek wisata ini. Hal lain yang kurang dalam objek wisata ini adalah sarana pendukung seperti Mushalla, MCK, dan tali pembatas jalur. Sementara Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Sudah berjanji, akan melakukan renovasi objek wisata ini sejak 2009.

Mesjid Raya Baiturrahman ( Banda Aceh )

Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh, terletak di pusat kota Banda Aceh dan merupakan kebanggaan masyarakat Aceh. Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol religius, keberanian dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), dan merupakan pusat pendidikan ilmu agama di Nusantara. Pada saat itu banyak pelajar dari Nusantara, bahkan dari Arab, Turki, India, dan Parsi yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu agama. Mesjid ini merupakan markas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda (1873-1904). Pada saat terjadi Perang Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar habis oleh tentara Belanda. Pada saat itu, Mayjen Khohler tewas tertembak di dahi oleh pasukan Aceh di pekarangan Masjid Raya. Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangun sebuah monumen kecil di depan sebelah kiri Masjid Raya, tepatnya di bawah pohon ketapang. Enam tahun kemudian, untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, pihak Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Lansnerge membangun kembali Masjid Raya ini dengan peletakan batu pertamanya pada tahun 1879. Hingga saat ini Masjid Raya telah mengalami lima kali renovasi dan perluasan (1879-1993). Mesjid ini merupakan salah satu Mesjid yang terindah di Indonesia yang memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk. Ruangan dalam berlantai marmer buatan Italia, luasnya mencapai 4.760 m2 dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan Mesjid. Mesjid ini dapat menampung hingga 9.000 jama‘ah. Di halaman depan masjid terdapat sebuah kolam besar, rerumputan yang tertata rapi dengan tanaman hias dan pohon kelapa yang tumbuh.

Jumat, 21 September 2012

Pantai Ujong Pancu ( Aceh Besar )

Angin berhembus pelan. Menerobos dedaunan yang ada sekitar bukit, membuat suasana terasa sejuk. Tak perlu heran, Ujong Pancu, Kecamatan Pekan Bada, Kabupaten Aceh Besar, adalah sebuah desa yang diapit oleh gunung dan laut. Sebelah timur desa ini dihalangi deretan bukit, bagian barat dibatasi pantai. Letak geografis daerah ini, sangat bagus dijadikan tempat rekreasi, atau sekedar melepas penat. Atau pun anda bisa menghabiskan hari minggu dengan memancing di seputar bibir pantai yang berbatu. Tapi, tak perlu khawatir, bongkahan batu itu tak berbahaya. Justru akan semakin nikmat duduk memancing atas batu-batu yang setengahnya terbenam diair. Bagi sejarawan Aceh, Ujong Pancu tak mungkin hilang dari memori. Pasalnya, seorang ulama sufi Aceh, Hamzah Fansuri dimakamkan di sana. Masyarakat Ujong Pancu menyebutkan panjang makam Syekh Hamzah Fansuri mencapai 8 meter. Walaupun ada sebagian pendapat lagi mengatakan, Hamzah Fanzuri wafat dan dimakamkan di Singkil. Untuk mencapai Ujong Pancu, hanya butuh waktu 20 menit menggunakan sepeda motor. Maklum saja, jalan aspal sepanjang 15 kilometer mulus terhampar. Bahkan, sampai ke gang-gang kecil. Padahal desa ini, termasuk daerah yang cukup berat dilibas tsunami. Hampir separuh warganya meninggal saat tsunami 26 Desember 2004 lalu. Berat rasanya untuk kembali bangkit. Tapi, sungguh luar biasa, Ujong Pancu kembali ramai dikunjungi. Rumah-rumah mungil bantuan Badan Rehabilitasi Rekontruksi (BRR) berdiri rapi. Desa Ujong Pancu menyimpan kekayaan alam yang begitu besar. Selain keindahan alam. Masyarakat memanfaatkan alam laut sebagai tempat mencari nafkah, umumnya masyarakat bekerja sebagai nelayan. Tak hanya itu, potensi bukit dengan tanah yang subur, digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Cabai, kacang panjang dan palawijaya lainnya terdapat di sana. Bahkan, dulu daerah ini terkenal dengan penghasil cengkeh. Namun saat Aceh didera konflik, banyak petani cengkeh yang tidak berani ke kebun. Kondisi ini, lamat-lamat membuat tanaman cengkeh mati. Sudah bisa ditebak, dalam kondisi seperti itu kehidupan masyarakat menjadi sulit. Masyarakat setempat mengalami masa paceklik, karena tidak bisa melakukan aktifitas mengurus kebun secara maksimal. Perekonomian masyarakat ambruk. Bukan itu saja, semua potensi alam di sana tak terawat sebagaimana mestinya. Keindahan pantai dibiarkan begitu saja, jangankan dijadikan objek wisata untuk sekedar mengunjungi saja tak berani. Padahal pesona pantai dengan latar bukitnya begitu eksotis.

Pantai Lhok Mata Ie ( Aceh Besar )

Kilometer nol Pulau Sumatera. Di sinilah saya berada kini: onggokan bukit di belakang, pasir putih terhampar di depan, dan jejeran batu cadas terpacak di kiri-kanan. Agak ke ujung, tiga lelaki melempar pancing ke air laut bening berwana biru kehijauan. Di seberang, gugusan Pulo Aceh berdiri membentang. Selebihnya adalah sunyi.Sesekali terdengar suara monyet yang mengerang sambil bergelantungan di atas pohon. Tak ada rumah-rumah penduduk, manusia yang lalu lalang atau pondok-pondok seperti layaknya sebuah tempat wisata. Tak ada pula raungan kendaraan memekakkan telinga. Semua terlihat alami, seolah tak terjamah manusia. Inilah pantai Lhok Mata Ie. Tersembunyi di balik bukit, pantai ini benar-benar memanjakan mata. Berlama-lama di sini, seperti berada di sebuah dunia lain yang jauh dari hiruk pikuk rutinitas manusia. Secara geografis, Lhok Mata Ie terletak di balik bukit Ujong Pancu, Kecamatan Pekan Bada, Aceh Besar. Jika Sabang adalah nol kilometernya Indonesia, Ujong Pancu nol kilometer Pulau Sumatera. Hari itu, Sabtu dua pekan lalu, saya bersama tiga teman --dua lelaki, satu perempuan-- menjelajah pantai itu. Ini adalah kali kedua saya ke sana setelah 12 tahun tak menjejakkan kaki di pantai itu. Kawasan itu sempat terlarang dikunjungi saat perang masih bergolak di Aceh. Perpaduan bukit dan pantai membuat kelompok gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka memilihnya sebagai salah satu lokasi persembunyian. Setelah perang usai pada 2005, barulah satu persatu orang berani mendaki ke sana. Perjalanan menuju Lhok Mata Ie dimulai dari kaki bukit Ujong Pancu. Dari pusat kota Banda Aceh, kami menuju ke arah Ulee Lheue yang dikenal sebagai kawasan wisata tsunami. Hanya butuh waktu 15 menit untuk tiba di sana. Dari sini, perjalanan dilanjutkan ke Ujong Pancu yang memakan waktu sekitar 10 menit. Dari sinilah, petualangan mencari pantai tersembunyi dimulai. Jarum jam menunjukkan angka 10.45 ketika kami tiba di sana. Usai menitipkan sepeda motor di Yayasan Lamjabat di kaki bukit, kami harus mendaki bukit dengan berjalan kaki. Hanya ada jalan setapak sebagai penanda jalan itu pernah dilewati. Di kiri kanan berjejer pohon-pohon beraneka ukuran. Setelah 20 menit berjalan, kami bertemu padang rumput yang mengingatkan pada hamparan Padang Savana di Afrika sana. Di sanalah kami melepas lelah, sambil tak lupa memotret. "Inilah lokasi tercantik sepanjang perjalanan sebelum kita tiba di pantai," ujar Yanti Oktiva yang menemani kami hari itu. Yanti bukan perempuan biasa. Berusia 25 tahun, ia bergiat di kelompok pecinta alam. Kecintaannya pada alam membuatnya menekuni hobi memotret alam. Setiap ke Lhok Mata Ie, ia memuat foto-foto hasil jepretannya di laman Facebook miliknya. Tak disangka, ternyata beberapa temannya tertarik datang ke Lhok Mata Ie. “Sekarang saya seperti guide saja. Kadang-kadang seminggu bisa tiga kali saya membawa teman mendaki ke sini,” kata Yanti. Medan yang menanjak membuat perjalanan ke Lhok Mata Ie tak mudah. Di puncak bukit, kami bertemu serombongan ibu-ibu yang sedang menanam cabai. Mereka memotong kayu, lalu menyulap bukit itu menjadi lahan kebun cabai.Mereka sempat melambaikan tangan ketika kami melintas. Melewati kebun cabai, jalanan mulai menurun. Setelah menempuh perjalanan 45 menit, akhirnya kami tiba di lokasi yang dituju: pantai Lhok Mata Ie. Disebut Lhok Mata Ie, lantaran ada mata air yang mengalir sebelum menginjakkan kaki di tepi pantai. Hamparan pasir putih yang membentang, membuat rasa lelah sepanjang perjalanan menguap entah kemana. Lokasi yang sulit dijangkau, membuat hanya orang-orang tertentu yang berkunjung ke sini seperti kelompok pecinta alam dan para pemancing. Sebenarnya, ada jalan lain menuju ke sini: menyewa boat nelayan di Ulee Lheue. Hanya sepuluh menit, Anda akan dibawa mendarat di pantai Lhok Mata Ie. Tetapi jangan lupa siapkan uang tranportasi Rp200-300 ribu dan bekal makanan. maklum, tak ada satupun pedagang di sana. Hari itu, kami bertemu serombongan siswa yang mengenakan seragam Pramuka. Mereka sedang melakukan survey awal untuk dijadikan lokasi perkemahan. Ryan Putra Fahlevi, sang pimpinan rombangan mengatakan mereka sengaja ke sana lantaran terpesona keindahan Lhok Mata Ie. Awalnya, Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 1 Banda Aceh itu sempat kesulitan menentukan lokasi berkemah.Iseng-iseng mereka mencari searching di internet. Gotcha! Pantai tersembunyi itu muncul di layar komputer. “Kami langsung jatuh hati ketika melihat foto-fotonya di internet,” ujar Rianda Fionna, siswa kelas II. Ketika memutuskan mendaki, Rianda sempat ragu. Dari bawah, bukit yang membentang sempat menciutkan nyali. Benar saja, baru setengah jalan mereka sempat terengah-engah. Namun, mereka memutuskan melanjutkan perjalanan. Begitu menjejakkan kaki di pasir putih, mereka langsung mencopot seragam pramuka di badan, lalu, byuurr...terjun ke laut. "Sampai di pantai langsung hilang capeknya. Pokoknya gak nyesal jauh-jauh kesini. Dapat paket 2 in 1 nih, sambil hiking, bisa sekalian rekreasi," kata Rianda. Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Ketika sore menjelang, kami memutuskan pulang. Di tengah jalan, kami bertemu beberapa kelompok kecil anak muda yang menuju ke Lhok Mata Ie. Rupanya, mereka berniat mendirikan kemah dan menghabiskan malam minggu di Lhok Mata Ie. "Sayang bang, kalau gak menginap di sana," ujar Ridwan, salah satu dari mereka. Ridwan mungkin benar. Namun, kami memilih tidak menginap. Yang pasti, kami pulang dengan satu tekad: ke pantai Lhok Mata Ie kami akan kembali.